Jika sebelumnya
kita telah membahas tentang Visi Allah yang mengisyaratkan terwujudnya satu
peradaban damai tanpa pertumpahan darah di dalamnya itu, kini kita akan
membahas tentang Misi Para Nabi Allah yang kehadiran mereka adalah untuk
menggenapi Visi Allah tersebut. Untuk memahami hal ini mari kita lihat ayat
berikut:
“Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya)”. (QS. Asy-yura [42]:13)
Penting buat kita untuk memahami bahwa para nabi Allah ini meski satu dengan yang lainya terpisah dalam rentang waktu yang jauh, tapi sesungguhnya mereka semua berada dalam satu garis misi yang satu dan sama. Para nabi Allah itu terikat dalam satu estafeta untuk mewujudkan Visi Allah itu. Mewujudkan sebuah peradaban damai tanpa pertumpahan darah di dalamnya. Mereka terikat dalam satu syariat sebagaimana Allah wahyukan itu kepada Nabi Muhammad, Allah syariatkan dan wasiatkan kepada Nabi Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu menegakkan din yang tidak ada perpecah belahan di dalamnya itu.
Jadi jika kita
bicara agama atau din, maka sebaik-baiknya din itu; sebaik-baiknya sistem hidup
itu, adalah yang di dalamnya kita tidak mendapati ruang bagi perpecah-belahan.
Artinya, konsepsi sistem hidup yang sebenar-benarnya adalah yang padanya
ditegakkan syariat persatuan yang memungkin segala rupa perbedaan yang ada pada
manusia itu; suku, bangsa, ras, golongan dan bahkan keyakinan dapat
diharmonisasi dalam satu ikatan yang membawa pada terpenuhinya keadilan bagi
setiap orang tanpa terkecuali.
Tugas untuk
menyatukan umat manusia dimana perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang melekat
padanya tentu adalah sebuah perkara besar yang tidak mudah. Rentan waktu yang
begitu panjang; sekurang-kurangnya 70 abad lamanya masa kenabian sejak Nabi
Adam sampai dengan Nabi Muhammad itu, bahkan sebenarnya dapat kita katakan
barulah masa mempersiapkan umat manusia menuju kepada puncak peradaban damai
tanpa pertumpahan darah di dalamnya itu. Namun begitu, para Nabi Allah telah
menyelesaikan tugasnya dengan baik dan merwariskan kepada kita begitu banyak
hikmah kebijaksanaan yang memungkin kita untuk menata peradaban kita menuju
puncak keluhurannya.
Nabi Muhammad
yang berada di puncak estafeta kenabian telah berhasil meninggalkan satu model
tentang bagaimana syariat persatuan diimplementasikan dalam dunia manusia yang
penuh perbedaan padanya. Piagam Madinah yang Nabi Muhammad pakai sebagai dasar
tata kelola Negara Madinah merupakan warisan yang sangat mahal bagi umat
manusia. Jadi meski masa berlaku Piagam Madinah hanya sekitar 9 tahun lamanya,
namun darinya kita memiliki satu rujukan yang luhur tentang bagaimana persatuan
umat manusia itu diselenggarakan. Dan tentang Piagam Madinah ini insha Allah
akan kita bahas pada kesempatan yang lain.
Penting untuk
kita pahami dengan tegas bahwa tidak ada perkara yang lebih penting bagi umat
manusia selain dari perkara persatuan ini. Tidak ada sistem hidup yang lebih
luhur bagi manusia dari sistem hidup yang mempersaudarakan manusia dengan
segala perbedaan yang melekat padanya. Dan bahkan sebenarnya inilah bentuk
paling nyata dari apa yang kita sebut ketauhidan itu. Bentuk paling nyata dari
mengesakan Allah itu. Dan harus tegas pula kita pahami bahwa perpecah-belahan
itulah senyata-nyatanya kemusyrikan itu. Perhatikanlah apa yang diterangkan
ayat berikut ini:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Ad-Din);
(sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah)
itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang tepat (dinul
qayyim), tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertobat
kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta laksanakanlah salat dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang
memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap
golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar Rum
[30]:30-32)
Tegas Allah
nyatakan pada ayat di atas bahwa perpecah belahan adalah kemusyirakan. Artinya,
seberapapun kita mengaku bahwa Allah adalah Tuhan kita, hal itu hanya akan
menjadi sebuah kedustaan belaka ketika kita hidup dalam lingkaran pola
perpecah-belahan. Hidup bergolong-golongan dan saling bangga membanggakan
golonganya masing-masing. Karena sebenarnya perpecah belahan itu adalah satu
pengingkaran atas fitrah Allah. Atas fitrah penciptaan manusia itu sendiri.
Maka jika kita
mengaku beriman kepada Allah. Jika kita mengaku bahwa Allah adalah Tuhannya
seluruh manusia, tinggalkanlah prilaku berpecah belah itu. Tinggalkanlah budaya
saling bangga membanggakan golongan masing-masing. Berhentilah dari merasa diri
dan golongan kitalah yang paling benar. Hormatilah orang lain dengan segala
perbedaan yang ada padanya. Dan ambilah jalan yang menjamin terpenuhinya
keadilan bagi setiap orang siapapun dia dan apapun golongannya.
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al-Maidah [5]:8)
Social Media