Termasuk infromasi yang diperlukan
juga hemat saya tentang kenyataan garis peradaban di masa kenabian yang
berjalan berdasarkan garis perjanjian Allah dengan Nabi Ibrahim ini. Informasi
ini dibutuhkan agar kita memahami kenapa para Nabi Allah banyak hadir dari
keturanan Israil atau Yakub garis keturunannya Nabi Ishaq dan kenapa Nabi
Muhammad nabi pertama dan terakhir dari garis keturunan Nabi Ismail baru datang
di penghujung zaman kenabian. Serta yang tidak kalah pentingnya juga adalah
memahami kenapa harus ada pemindahan kiblat di masa Nabi Muhammad dari Baitul
Maqdis ke Baitullah. Dan untuk memahami ini mari kita awali dengan melihat ayat
berikut:
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “Dan (juga) dari anak cucuku?” Allah berfirman, “(Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zhalim.” (QS. Al-Baqarah [2]:124)
Memang jika kita bicara perkara
kemusliman; perkara ketunduk-patuhan kepada Tuhan semesta alam, Nabi Ibrahim
ini bukan saja teladan bagi umat manusia tapi bahkan adalah tauladan bagi para
Nabi Allah. Pencapaiannya yang mengagumkan tentang perserahan diri ini membuat
Allah mengikat sebuah janji akan menjadikannya imam bagi seluruh manusia. Dan
janji itu bahkan mengenai pula keturunan-keturanannya, kecuali orang-orang yang
zalim di antara mereka.
Nabi Ibrahim sendiri kita ketahui mempunyai empat garis keturunan dari empat orang istri yang dimilikinya. Sarah, Hajar, Qanturah dan Hajun. Namun begitu, meski garis keturunan ketiga dan keempat ini tentu juga terkoneksi dengan janji Allah kepada Ibrahim, pada kajian ini akan lebih berfokus kepada garis keturunannya Ishaq putera Sarah dan Ismail putera Hajar yang dikisahkan Qur’an kepada kita. Adapun tentang garis keturunan ketiga, Qanturah atau Keturah yang menurut para ulama dan sejarawan adalah Bangsa Melayu atau Bani Jawi yang mendiami Nusantara ini, tidak menjadi bahasan kita pada kesempatan ini.
Nabi Ibrahim sendiri kita ketahui mempunyai empat garis keturunan dari empat orang istri yang dimilikinya. Sarah, Hajar, Qanturah dan Hajun. Namun begitu, meski garis keturunan ketiga dan keempat ini tentu juga terkoneksi dengan janji Allah kepada Ibrahim, pada kajian ini akan lebih berfokus kepada garis keturunannya Ishaq putera Sarah dan Ismail putera Hajar yang dikisahkan Qur’an kepada kita. Adapun tentang garis keturunan ketiga, Qanturah atau Keturah yang menurut para ulama dan sejarawan adalah Bangsa Melayu atau Bani Jawi yang mendiami Nusantara ini, tidak menjadi bahasan kita pada kesempatan ini.
Dari garis keturanan Nabi Ishaq dan Nabi
Ismail inilah estafeta bangunan peradaban umat manusia ini berlanjut. Hanya
saja kedudukan Nabi Ishaq yang berada dalam garis pertama keturanan Nabi
Ibrahim membuatnya menjadi peng-awal kelanjutan estafeta peradaban umat manusia
itu. Dari keturunannya itulah 15 orang nabi; Yakub, Yusuf sampai dengan Isa
putera Maryam, dilahirkan untuk melanjutkan estafeta agama Ibrahim. Akan tetapi
meski garis keturuan Nabi Ismail berada dalam garis kedua, dimana janji Allah
akan terselenggara padanya ketika garis pertama telah selesai tergenapi janji
Allah padanya, namun kita tahu sedari awal Nabi Ibrahim telah menyiapkan
dasar-dasar bagi lahirnya syariat puncak kenabian pada garis keturunan Nabi
Ismail ini.
Ditempatkannya Siti Hajar bersama
Ismail di Mekah; tanah tandus yang bahkan buah-buahan sulit tumbuh padanya
adalah bagian dari skenario mempersiapkan peradaban puncak kenabian yang dari
padanya syariat tatanan manusia akan diwariskan. Ka’bah yang sejak awal
peradaban umat manusia di atas bumi telah Allah letakan untuk menjadi satu model
tatanan yang padanya terkandung jaminan keamanan serta menjadi petunjuk bagi
semesta alam itu, pun dipersiapkan Nabi Ibrahim untuk menyambut masa dimana
peradaban akan bersentral padanya.
Dan, ketika
Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa):
"Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". Ya Tuhan kami,
jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan diantara anak
cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami
cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan
kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al
Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqarah [2]:127-129)
Di masa Nabi Ibrahim itulah Ka’bah
yang hanya tinggal podasi saja; dimana konon pernah roboh akibat bancir besar
di zaman Nabi Nuh, kembali dibangun oleh Nabi Ibrahim bersama Nabi Ismail. Dan
bukan hanya itu, cara-cara melaksanakan ibadah haji pun diformulasikan di masa
Nabi Ibrahim ini berdasarkan apa-apa yang Allah tunjukan kepadanya. Baitullah
yang keberadaannya menjadi simbolik dari pada tatanan sosial yang terkandung
jaminan keamanan padanya, dan haji yang berisi metodologi perjalanan kolosal untuk
mewujudkan tatanan yang aman itu, adalah warisan sangat mahal yang diwarisi
para nabi Allah kepada kita hari ini. Secara rincinya tentang Baitullah dan
Haji ini akan kita bahas pada kesempatan yang lain.
Jadi setelah sekitar 3000 tahun
lamanya waktu berlalu selepas Nabi Ibrahim, barulah kemudian lahir seorang Nabi
dari garis keturunan Nabi Ismail. Nabi Muhammad yang lahir dan memulai
peradabannya di Mekah inilah yang kemudian akan menggenapi syariat peradaban
Baitullah itu. Terjadinya pemindahan kiblat di zaman Nabi Muhammad yang semula
adalah Baitul Maqdis di Yerusalem sana menjadi Baitullah yang ada di Mekah itu sebenarnya
bukan sekedar pemindahan pusat peribadatan semata tapi juga merupakan perubahan
konsepsi peradaban itu sendiri.
Pemindahan kiblat ini menjadi satu tanda
penting dimana peradaban umat manusia bergerak naik kepada tingkatan peradaban
yang lebih tinggi dari sebelumnya. Yerusalem dengan Baitul Maqdis-nya itu menjadi
kiblat peribadatan dan sentral peradaban bermula dari tergenapinya janji Allah
kepada Musa untuk membawa Bani Israil ke tanah perjanjian. Dan di zaman Nabi
Daud-lah janji itu tergenapi ketika Nabi Daud berhasil menaklukan Yerusalem dan
kemudian mendirikan kerajaannya di sana. Di zaman Nabi Sulaiman kemudian
dibangunlah Baitu Suci atau dikenal juga dengan sebutan Haikal Sulaiman.
Pada kajian kali ini memang kita
masih belum akan membahas secara rinci tentang Kerajaan Daud dan alasan-alasan
yang mendasari kenapa era kerajaan dalam garis kenabian ini pada akhirnya harus
ditinggalkan. Bagian utama dari dari kajian kali ini adalah lebih kepada
memahami keberadaan garis perjanjian Allah dengan Nabi Ibrahim yang membungkus
jalannya peradaban umat manusia. Demikian pula halnya dengan pemindahan kiblat
yang menjadi tanda bergesernya era kerajaan ke era kerakyatan barulah sekedar
dimaksudkan untuk menjadi informasi awal saja pada kajian ini.
Social Media